Selasa, 29 Januari 2013

“Upacara Korban Suci menurut Tradisi Hindu”


               Upacara yadnya merupakan persembahan suci yang tulus ikhlas dengan maksud mulia dan luhur. Upacara yadnya harus dilandasi dengan keyakinan bahwa ”dengan beryadnya, para dewa memelihara manusia dan dengan yadnya pula manusia memelihara dewa” (Rg Veda X.90). yadnya juga dipandang sebagai memelihara hubungan dan solidaritas dengan Tuhan, yadnya itu dilaksanakan karena adanya konsepsi  bahwa manusia memiliki tiga jenis hutang yang disebut dengan Tri Rna (Dewa Rna, Pitra Rna, dan Rsi Rna). Pelaksanaan yadnya yang dilandasi oleh bhakti semakin kompleks ketika hal itu dikaitkan dengan ajaran panca yadnya yaitu lima persembahan suci yang tulus ikhlas, antara lain:
1.       Dewa Yadnya     : Persembahan saji-sajian kepada para dewa
2.       Rsi Yadnya           : Persembahan dan penghormatan kepada para pendeta
3.       Pitra Yadnya       : Persembahan kepada roh leluhur dengan cara menyelenggarakan upacara               pembakaran mayat
4.       Manusa Yadnya                : Upacara penyucian yang ditujukan kepada manusia mulai dari lahir hingga mati
5.       Bhuta Yadnya    : Persembahan kepada bhuta kala berupa roh halus yang sering mengganggu manusia berupa segehan atau caru
Perpaduan antara konsepsi Panca Sradha, Catur Marga, dan Panca Yadnya memperlihatkan bahwa aktivitas masyarakat Hindu Bali lebih didominasi oleh aktivitas ritual, tidak saja dalam hubungan dengan Tuhan dan Manusi tetapi juga dengan lingkungan alam. Anjuran untuk hidup dengan Tuhan, Manusia dan Lingkungan alam disebut dengan Ajaran Tri Hita Karana yang memiliki arti tiga penyebab manusia mencapai kebahagiaan, kesejahteraan dan kedamaian. Keseluruhan upacara yadnya tadi menjadi semakin terpola dan ekspresif karena di dukung oleh seni musik, tari, ukir, suara dan sastra. Dalam bidang seni tari dan tabuh misalnya tari wali, bebali, dan balih-balihan. Dalam bidang musik misalnya gamelan yang hampir seluruhnya dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori.
Bahasan diatas menggambarkan bahwa pelaksanaan upacara yadnya di Bali di dukung oleh seni dalam artian luas, malahan terkesan seni itu melekat dengan yadnya karena keindahan itu sendiri dipersembahkan kepada Tuhan sebagai wujud Bhakti. Luluhnya seni dalam ritual agama tidak dapat dilepaskan dari wadah proses di objektivasi. Di samping melalui lembaga keluarga dalam arti luas, peran lembaga tradisional seperti desa, banjar, dan sekaa tidak dapat dikesampingkan. Malahan banjar dianggap sebagai dimensi yang bersifat structural bagi para individu warga banjar untuk harus tunduk pada aturan-aturan yang telah disepakati melalui rapat banjar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar