Upacara yadnya merupakan persembahan suci yang tulus ikhlas dengan maksud mulia dan luhur. Upacara yadnya harus dilandasi dengan keyakinan bahwa ”dengan beryadnya, para dewa memelihara manusia dan dengan yadnya pula manusia memelihara dewa” (Rg Veda X.90). yadnya juga dipandang sebagai memelihara hubungan dan solidaritas dengan Tuhan, yadnya itu dilaksanakan karena adanya konsepsi bahwa manusia memiliki tiga jenis hutang yang disebut dengan Tri Rna (Dewa Rna, Pitra Rna, dan Rsi Rna). Pelaksanaan yadnya yang dilandasi oleh bhakti semakin kompleks ketika hal itu dikaitkan dengan ajaran panca yadnya yaitu lima persembahan suci yang tulus ikhlas, antara lain:
1.
Dewa Yadnya : Persembahan saji-sajian kepada
para dewa
2.
Rsi Yadnya :
Persembahan dan penghormatan kepada para pendeta
3.
Pitra Yadnya : Persembahan kepada
roh leluhur dengan cara menyelenggarakan
upacara
pembakaran mayat
4.
Manusa
Yadnya
: Upacara penyucian yang ditujukan kepada manusia mulai dari lahir hingga mati
5.
Bhuta Yadnya : Persembahan kepada bhuta kala berupa
roh halus yang sering mengganggu manusia berupa segehan atau caru
Perpaduan antara konsepsi Panca Sradha, Catur
Marga, dan Panca Yadnya memperlihatkan bahwa aktivitas masyarakat Hindu Bali
lebih didominasi oleh aktivitas ritual, tidak saja dalam hubungan dengan Tuhan
dan Manusi tetapi juga dengan lingkungan alam. Anjuran untuk hidup dengan
Tuhan, Manusia dan Lingkungan alam disebut dengan Ajaran Tri Hita Karana yang
memiliki arti tiga penyebab manusia mencapai kebahagiaan, kesejahteraan dan
kedamaian. Keseluruhan upacara yadnya tadi menjadi semakin terpola dan
ekspresif karena di dukung oleh seni musik, tari, ukir, suara dan sastra. Dalam
bidang seni tari dan tabuh misalnya tari wali, bebali, dan balih-balihan. Dalam
bidang musik misalnya gamelan yang hampir seluruhnya dapat diklasifikasikan
kedalam tiga kategori.
Bahasan diatas menggambarkan bahwa pelaksanaan
upacara yadnya di Bali di dukung oleh seni dalam artian luas, malahan terkesan
seni itu melekat dengan yadnya karena keindahan itu sendiri dipersembahkan
kepada Tuhan sebagai wujud Bhakti. Luluhnya seni dalam ritual agama tidak dapat
dilepaskan dari wadah proses di objektivasi. Di samping melalui lembaga
keluarga dalam arti luas, peran lembaga tradisional seperti desa, banjar, dan
sekaa tidak dapat dikesampingkan. Malahan banjar dianggap sebagai dimensi yang
bersifat structural bagi para individu warga banjar untuk harus tunduk pada
aturan-aturan yang telah disepakati melalui rapat banjar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar